How to Build Your Motivation Bank : Menjadi Pegiat Literasi Sebagai Jalan Penulis


 

How to Build Your Motivation Bank : Menjadi Pegiat Literasi Sebagai Jalan Penulis

Oleh : Heri Setiyono, S.Pd

 

Melanjutkan belajar menulis. Kali ini saya akan menyajikan artikel mengenai bagaimana membangun motivasi menulis dengan menjadi pegiat literasi. Artikel ini adalah resume dari pertemuan belajar menulis PGRI hari ini dengan pemateri Bambang Purwanto, S. Kom. Gr atau akrab disapa Mr. Bams.

Sebenarnya hari ini cukup mengantuk untuk menulis. Tetapi mata enggan jua terpejam.

Fiuh,  jemariku sering terpeleset dari tuts.

Oke *cuci muka*

Mr. Bams ini adalah pegiat literasi dari Bandung. Selain menjadi guru, pekerja sosial juga menjadi perangkat RW di lingkungan tempat tinggalnya, Mr. Bams juga mengembangkan taman baca masyarakat. Yang menarik bagi saya Mr. Bams juga pendongeng.

Yuhu, mungkin suatu saat Mr. Bams mau membacakan cerita-cerita dongeng saya.*Ngarep*

Untuk menjaga semangat menulis selalu menyala Mr. Bams menebarkan semangat hobi menulis sebagai gerakan literasi di sekolah. Sebagai pendidik tentunya sudah tidak asing dengan gerakan literasi sekolah. Ya meski saya yakin  sih belum semua sekolah menjalankan gerakan ini sebagai program sekolah yang massif. Tetapi setidaknya membaca lima belas menit, pojok baca, pojok literasi, pohon literasi hingga tantangan baca di sekolah sudah bukan barang baru bagi para guru.

Gerakan literasi sekolah (GLS) yang senyatanya bertahap dari pembiasaan, pengembangan hingga pembudayaan dengan hasil akhir berupa karya literasi peserta didik dan guru adalah wadah bagi kita. Ya, wadah. Tempat untuk menghidupkan semangat menulis. Lihat saja bagaimana dengan GLS ini Mr. Bams mampu meraih berbagai penghargaan bidang literasi sebagai buah manis dari jalan menulisnya.

Jalan menulis bagaimana, sih?

Mr. Bams mengerakkan literasi di sekolah dengan berbagai program untuk membuat peserta didiknya berlomba-lomba menyantap hidangan literasi. Ya, menyatap buku bacaan, membaca kitab suci sesuai agama yang dianut dan hingga menulis sebagai bentuk ekses dari kegiatan baca. Setiap peserta didik akan dievaluasi dengan perolehan poin, dan inilah yang menjadikan peserta didik menjadi semangat berliterasi. Poin inilah yang menjadikan motivasi berprestasi mereka meningkat, mereka ingin lebih banyak membaca dan menulis karenanya.

Jalan dengan menebarkan semangat literasi inilah yang Mr. Bams tempuh. Bayangkan ketika putera-puteri atau peserta didik kita mampu membaca buku, menceritakannya dan membuat suatu karya dari inspirasi yang diperoleh dari bacaannya. Atau tergugah semangatnya karena buku yang  dibacanya, atau ingin menjadi tokoh tertentu dari autobiografi yang dibacanya. Apa yang kawan rasakan?

Bangga, bersemangat menghadirkan tulisan yang lebih mengugugah, mendapatkan ilham ide untuk tulisan selanjutnya? Oh, mungkin akan banyak hal yang dapat menjadi pematik untuk lebih produktif sebagai penulis.

Nah, seperti itulah kiranya yang  saya tangkap dari penuturan Mr. Bams soal motivasi menulis yang terlahir dari menerbarkan hobby menulis.

So, menjadi pegiat literasi ini (Seenggaknya buat saya) efektif membuat diri menjadi penulis yang penuh motivasi. Dan ketika motivasi itu surut akan naik lagi jika melihat geliat literasi yang dihasilkan dari kerja kita yang ikhlas.

Begini cara saya memaksimalkan GLS sebagai motivasi menulis:
1. Menyuguhkan tantangan literasi kepada peserta didik

            Tentu saja dengan tantangan membaca buku fiksi yang kita atur ketentuannya dan kita sediakan akan menjadikan anak lebih termotivasi membaca dan pada akhirnya mampu menulis dengan gayanya sendiri. Pendidik di sekolah pun sedemikian tidak luput dari tantangan. Hal ini mampu meningkatkan asupan ide dalam menulis,

2. Mencari buku dengan galangan dana maupun CSR

            Tahun lalu di tahun baru 2019, BIP salah satu anak perusahaan Gramedia Utama memberikan kado tahun baru berupa buku yang nilainya mencapai jutaan rupiah. Ini luar biasa mendobrak semangat dan daya baca peserta didik. Terlebih buku-buku BIP terbilang fullcolour dan tidak terbeli kantong wali murid di sekolah kami. Kemudian dari Perusahan Gas Negara dan masih banyak donatur lainnya dari kalangan individu bukan CSR. Ketersediaan bacaan inilah sumber motivasi yang manis. Ketika tidak bersemangat menulis, melihat ilustrasi beraneka warna di buku anak-anak saja sudah melambungkan ide imajinasi untuk dituliskan. Madu sekali.

3. Mengoptimalkan How to Write

            Dalam mengajarkan menulis kepada peserta didik saya mengedepankan how bukan what untuk ditulis. Oke, hampir semua hal tidak ada yang baru dalam cerita, cerita persahabatan, cinta, perjuangan, luka dan bahagia, semua kadang hanya seperti terulang saja. Akan tetapi,  bagaimana menyampaikan cerita yang apik adalah lebih utama. Dengan mengajarkan bagaimana menulis kepada peserta didik, maka bagaimana menulis yang baik sebagai gaya diri sendiri bisa tebangun, terasah dan dipertajam

Next, semoga bisa melanjutkan semangat menebarkan hobby menulis dan semoga peserta didik kita berdaya dengan literasi. Salam.

 

*Heri Setiyono, Pegiat Literasi yang masih menata diri kembali.   

 

 

 

5 Komentar

  1. tulisannya kreeen, hanya rata teks saja yang sedikit mengganggu..semangat lanjutkan pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih pak untuk masukannya. Tadinya sengaja seperti itu karena lebih enak dimata ketika menulis di hp

      Hapus
  2. wuihhh, kok keren tulisannya. heemmmmmm. semangat berkarya, semangat menginspirasi

    BalasHapus