Menulis Buku Kilat Tanpa Mengecewakan Pembaca

 


Menulis Buku Kilat Tanpa Mengecewakan Pembaca

Oleh: Heri Setiyono

 

Menulis dan memiliki buku, siapa sih penulis pemula yang tidak ingin segera menerbitkan buku karyanya sendiri? Oke, semua orang ingin menulis buku tapi bagaimana sih menulis buku yang lezat dibaca? Bisa tidak dalam seminggu mampu menulis buku untuk siap diterbitkan?

Jawaban pertanyaan itu mungkin sudah terjawab pada diri Bu Eva Hariyati Israel, S.Kom. Ya, Bu Eva sudah  menulis buku dalam seminggu dan mampu terbit di penerbit mayor.

Bu Eva adalah Duta Rumah Belajar (Rumbel) 2019, berbekal dari pelatihan menulis dan menulis setiap hari pada akhirnya membuatnya mampu memenuhi tantangan menulis buku dalam seminggu. Sungguh luar biasa. Oke, menulis buku dalam seminggu bukan berarti menulis sedemikian rupa hanya agar buku jadi tanpa proses panjang sebelum memulai menulis buku itu.  Menulis buku kilat ini membutuhkan proses belajar menjadi penulis yang baik jauh sebelumnya.

Keterampilan menulis yang terasah setiap hari adalah kunci menjadi penulis yang baik.  Bayangkan saja jika seorang penulis pemula terburu-buru ingin menerbitkan buku dan menuliskannya  tanpa bekal keterampilan yang cukup. Pembaca akan “merelakan” dirinya membaca buku yang terburu-buru itu yang  mungkin malah mengecewakan mereka. Menulis buku kilat tanpa mengecewakan pembacanya penting dipikirkan oleh penulis pemula. Terlebih jika menerbitkan buku secara indie.

Menulis naskah buku yang baik menurut Bu Eva adalah dengan membuat outline nya dahulu. Yup, saya sangat setuju, peta pikiran yang kemudian dikembangkan menjadi outline akan memudahkan dalam menulis, menjaga fokus dan menggali lebih dalam kreatifitas.

Wah kok bisa? Ya, dengan membuat peta pikiran maka konsep akan jelas menuju kemana tulisan kita. Menggali lebih jauh kepada fokus akan menghasilkan kreatifitas yang lebih mendalam kepada isi daripada menambahi hiasan dengan hal yang di luar fokus yang kita jaga.

Menulis buku kilat sangat memungkinkan untuk dilakukan. Nothing is Imposible kalau mengutip kata Bu Eva. Tetapi penting juga untuk melihat tema tulisan yang  diangkat sesuai dengan niche penerbit yang  dituju atau tidak, swasunting, dan tentunya akan diterbitkan indie atau ke penerbit mayor.

Penerbit mayor pada umumnya setiap harinya menerima puluhan hingga ratusan naskah buku. Dan kita harus memahami bahwa mereka akan berinvestasi untuk naskah kita. Jadi, jika naskah bukunya saja sudah membuat gemas penerbit dengan typo, bahasa yang tidak baku dan kesalahan lainnya, lebih baik untuk tidak terburu-buru dan melakukan editing buku. Yusunari Kawabata saja mengediting bukunya puluhan kali hingga yakin bukunya untuk diterbitkan dan akhirnya berpuluh kali dicetak ulang, kita sebagai pemula jangan malas untuk swasunting.

Jangan sampai berpikiran, ah nanti kan ada editornya.  Eits, buang jauh-jauh pikiran itu.

Sebagai penulis pemula juga wajib untuk belajar tatatulis yang baik dan PUEBI. Malu bukan jika penggunaan tanda baca saja sering salah jika dibaca orang lain. (Hohoho… ini sering lho saya alami, tapi terus belajar).

 Jika menerbitkan buku secara indie maka alangkah baik jika meminta orang lain yang memiliki ilmu lebih dalam menulis untuk menjadi proofreader. Hal ini menjadi penting karena sepintar apapun kita pasti ada beberapa kesalahan, maupun sudutpandang yang kurang tepat, gagasan yang kurang jelas dibumikan dan masih banyak lagi keterbatasan yang dipunyai sebagai manusia. Bahkan faktor emosi saat menulis akan mempengaruhi nada tulisan lho.

“Fokus and Action.” Kata Bu Eva.

Sering kita sebagai penulis pemula tidak mencintai menulis sebagai kecintaan yang dibutuhkan. Jika kita cinta menulis maka menulislah setiap hari. Barangkali memang sulit memaksakan diri untuk mencari waktu atau menuangkan kata-kata. Akan tetapi, jika menulis dengan tujuan bukan untuk diri sendiri (sebagai gaya-gayaan apalagi sekedar mencari followers), maka menulis untuk orang lain menjadi pemacu semangat yang akan terus hidup. Lihatlah buku-buku para penulis top dunia, mereka selalu menyajikan halaman persembahaban buku untuk orang yang mereka cintai, entah suami, anak maupun orang yang berharga. Hal itu bukan sekedar halaman persembahan semacam kado, tetapi memang buku itu menjadi  bingkai monumental untuk kisah hubungan mereka

Akhir kata, saya meyakinkan diri dan pembaca semua , “yakinlah bahwa naskah kita nantinya akan menemukan pembacanya.”  Salam.

 

*Heri Setiyono, S.Pd, Educator yang tergabung adalam pelatihan menulis PGRI gelombang 17

 

 

9 Komentar

  1. Wow, wow, wow. keren pak. semangat berkarya semangat menginspirasi

    BalasHapus
  2. Calon penulis sukses. Semoga saya ketularan ya Pak...

    BalasHapus
  3. Keren tulisannya pak...mengalir..enak dibaca

    BalasHapus
  4. Terimakasih semua yang sudah merelakan waktu berkunjung ke blog saya. Semoga memberikan manfaat dan inspirasi.

    BalasHapus
  5. Tulisan yang melecut pembaca untuk tetap setia dan semangat menulis setiap hari. Terima kasih Pak D

    BalasHapus
  6. Keren resumenya, sangat berbeda dengan pemaparan gaya sendiri. Sungguh luar biasa.

    BalasHapus
  7. Terima kasih banyak atas informasinya 🙏

    BalasHapus