Oleh : Heri Setiyono, S.Pd
Kali ini tulisan saya
akan membahas pertemuan parenting class bagi wali murid dan seluruh civitas di
lembaga pendidikan Insan Utama. Kebetulan Kia Bersekolah di KB IT Insan Utama
sehingga bisa selalu menjadi bagian dari acara menarik ini. Kegiatan ini
diselenggarakan rutin via Zoom Meet dan baru hari ini (27 Februari 2021) baru
saya dokumentasikan kegiatan ini dalam sebuah resume.
Kegiatan dimulai dengan
kata sambutan oleh Bapak Eep Saripudin, S.Sc. M. Ec. Dev, Ketua Yayasan Insan
Utama Yogyakarta menyatakan bahwa
beberapa sekolah terutama sekolah swasta terancam tutup karena tidak
mampu membiayai operasional sekolah di masa pandemic. Dampak ini pun juga dirasakan
oleh Lembaga Pendidikan Insan Utama.
Namun demikian dengan
unit bisnis yang dimiliki oleh Lembaga Insan Utama, hal ini masih bisa
ditopang. Lembaga Pendidikan Insan Utama juga telah memiliki dua SD IT dan sebuah
pondok pesantren di Mancasan, Gamping, D.I Y. Dan semoga pondok pesantren Insan
Utama yang masih dalam pembangunan infrastruktur bisa segera diselesaikan.
Memasuki acara utama
dengan topik Pengasuhan dan Gadget yang dibawakan oleh Ibu Early Utami, S.Psi,
M.A sebagai narasumber. Beliau juga menjabat sebagai kepala sekolah SMPIT Ar
Raihan Yogyakarta.
Ibu Early yang akrab
disapa Ibu Luluk, menekankan bahwa akar dari manajemen penggunaan gadget di rumah yakni
dengan pengasuhan yang baik. Mindfull Parenting (Pengasuhan Berkesadaran) itulah
yang disampaikan Ibu Luluk sebagai dasar pengasuhan.
Metode dalam pengasuhan
berkesadaran adalah dengan membangun komunikasi yang efektif dengan anak. Komunikasi adalah hal yang mutlak dilakukan. Dalam
keseharian kegiatan didominasi oleh bentuk-bentuk komunikasi baik secara verbal
dan nonverbal. Namun, kadang kala cara dan waktu dalam berkomunikasi kurang
baik sehingga menimbulkan suatu masalah. Padahal komunikasi yang baik dan tepat
dapat membentuk perilaku positif.
Mengenal lebih dekat mindfull parenting dalam bahasa jawa dapat diartikan sebagai “eling” sebagai peran orang tua baik sebagai model bagi anak, supporter dan mampu memberikan arahan.
Terdapat lima dimensi
dalam pengasuhan berkesadaran, yaitu:
- ·
Penuh perhatian
- ·
Tidak menghakimi
- ·
Sabar
- ·
Bijaksana
- ·
Welas Asih
Yang dimaksudkan penuh
perhatian adalah bagaimana orang tua bisa berempati kepada anak. Orang tua
perlu belajar untuk menghindari dan tidak menggunakan gaya komunikasi yang
tidak tepat. Terdapat kurang lebih tiga belas cara komunikasi yang kurang
efektif yaitu, memerintah, mengancam, menceramahi, menginterogasi, memberi
label, membandingkan, menghakimi, menyalahkan, mendiagnosis, menyindir, memberi
solusi, menyuap, dan membohongi.
Menarik memberi solusi
disini adalah secara langsung “harus begini,” “seperti inikan,” tanpa
memberikan waktu berkreatifitas padahal bisa jadi anak memiliki cara sendiri
dan waktu menyelesaikan tugas maupun masalah sendiri. Pemberian iming-iming
juga bermakna memberikan suap, karena kecerdasan mereka kadang anak
memanfaatkan situasi dengan meninggikan posisi tawar dan ini lama kelamaan bisa
menjadi hal yang tidak baik. Berbeda dengan memberikan kejutan atau hadiah
tanpa ada unsur suap.
Cara menghindarinya
bisa dengan menerapkan dimensi mendengarkan dengan penuh perhatian. Seperti halnya
yang tertulis dalam tafsir QS. Lukman ayat 18, yang dapat saya rangkumkan sebagai
komukasi dengan mendengarkan menatap wajah anak dengan ekspresi yang
menyenangkan atau memberikan ketertarikan akan cerita anak agar mampu
memberikan perhatian yang optimal.
Dengan menerapkan
bicara dengan empati maka orang tua tidak akan terburu-buru memberikan nasihat.
Karena terburu-buru diberikan nasihat dapat membuat anak menarik diri dan
enggan melakukan pembicaraan lagi dengan orang tuanya.
Dimensi kedua,
pemahaman dan penerimaan untuk tidak menghakimi adalah bagian dari membentuk
komunikasi efektif. Orang tua diharapkan
tidak bersikap menghakimi, atau memaksakan anak pada sesuatu yang diluar
kemampuan dan keinginan anak. Terlebih kepada suatu profesinya kelak. Karena sekarang
di era digital ini berbagai profesi terbuka sangat luas.
Dimensi ketiga, sabar. Dengan
orang tua mampu mengelola emosi atau sabar maka anak mampu meneladaninya. Hal ini
bisa dilakukan jika orang tua mampu melakukan dimensi pertama dan kedua. Ketika
anak mengeluh, kita bisa memberikan perhatian, tidak langsung menghakimi, anak
bisa lebih kalem,
Ibarat anak memiliki
keluhan masalah itu adalah air, dengan
kita yang mengalirkannya maka akan menimbulkan ketenangan. Sehingga dengan
mewujudkan ketenangan dalam diri maka kita bisa memberikan ketenangan pula
kepada anak.
Dimensi keempat,
Bijaksana. Orang tua yang tidak berlebihan dalam bereaksi terhadap anaknya akan
lebih toleran, suportif dan tidak membiarkan dirinya mengeluarkan emosi negative.
Ini penting mengingat anak membutuhkan perkembangan dalam aspek sosial
emosionalnya.
Seperti halnya samsak
tinju. Orang tua menjadi tumpuan wadah dan tujuan anak dalam melampiaskan
segala permasalahan. Jikalau selalau menanggapi dengan amarah maka bukan
memadamkan api melainkan menyiramnya dengan bensin sehingga yang tadinya
berusaha mencari ketenangan berubah menjadi pelampiasan di luar rumah. Hal inilah
yang bisa menimbulkan masalah lanjutan seperti bullying dan lainnya.
Dimensi kelima, welas
asih (compassion). Bersikap welas
asih akan membuat diri bersikap lemah lembut dan pemaaf dalam pengasuhan. Terkadang
anak bergejolak di suatu masalah bukan kepada orang tuanya sebenarnya namun
hanya kepada orang tua dapat menyalurkan ekspresi, sehingga dalam kondisi tidak
nyaman anak menumpahkannya kepada orang tua. Dalam istilah jawa “Ketiban awu
anget” (dijatuhi abu panas). Maka, kalau kita menanggapi anak dengan penuh
kasih sayang, tone suara yang lebih terkendali kepada anak yang sedang labil
emosi akan mempengaruhi terhadap mood anak menjadi lebih baik.
Permasalahan yang terjadi pada anak seringkali disebabkan oleh kesalahan orang tua dalam berkomunikasi dengan anak. Pesan Ibu Luluk “Nobody is Perfect, refleksikan-lah untuk memperbaiki diri.”
Manfaat mindful
parenting ini adalah menurunkan agresi anak (dorongan melakukan kekerasan baik
verbal maupun perilaku), menurunkan stress, dan meningkatkan perilaku prososial
anak serta tentu saja meningkatkan kepuasan dalam pengasuhan. Kualitas dalam
hubungan kepada anak juga akan lebih baik. Sehingga bukan keniscayaan bahwa
anak adalah penyejuk bagi kedua orang tuanya.
“Orang tua yang hebat adalah mereka yang mengakui kesalahan, memperbaiki dan terus belajar.” Begitulah amanat Ibu Luluk kepada seluruh orang tua. Nah !
…
Heri
Setiyono, S.Pd, (Kia’s Dad), juru tulis, educator, pemustaka dan penikmat
tokoh.
0 Komentar