Oleh : Heri Setiyono,
S.Pd
Guru macam apa aku ini
yang terlena dengan urusan administrasi. Sudah menjadi tugas untuk guru
mengerjakan administrasi kelas, tetapi administrasi sekolah yang tidak habis
dikerjakan, Oh sungguh menyita waktu.
Di sekolah ini semua
bertumpu padaku, sedang para atasan bukannya tidak mau tahu tetapi tidak
memiliki kemampuan untuk itu. Manajerial pun hanya dilakukan dengan perintah
tanpa teladan dan solusi dari pengalaman dan
data.
Perhatian kepada murid
nampaknya perlu dan harus. Perkembangan di kelasku tidak mencapai titik yang
kuharapkan, meskipun tidak ada masalah berarti tetapi ada suatu kekurangan.
Utamanya adalah kepedulian. Acuh tak acuk kepada sekitar, menjadi masalah.
Sejenak aku merenung
apakah karena aku yang tidak seratus persen mengajar dengan benar. Teringatlah
aku petuah seorang filsuf negeri barat bahwa mengajar bukanlah menebang poho di
hutan tetapi membuat irigasi dan mengairi gurun.
Butuh perhatian khusus,
mengajar sambil lalu tidak akan menghasilkan luaran yang serius. Hal ini kudapati ketika aku
disibukkan dengan pekerjaan administrasi kreatifitas mengajar tidak menjadi
merdeka seperti yang diangankan pemerintah. Merdeka belajar.
Belajar dari murid
Suatu siang sengaja
kuamati murid-muridku di suatu jam istirahat. Semuanya asyik dengan hal-hal
yang mereka suka, makan, bermain dan hanya berkumpul dengan kelompok
sepermainan saja. Aku mengetahui ada kekurang akraban dalam kelasku. Beberapa
anak lebih suka menyendiri. Beberapa lagi sibuk mengusili yang lain dengan
berbagai candaan yang menurutnya lucu.
Belajar dari situ aku
menyadari ternyata anak-anak lebih memiliki perbedaan daripada orang dewasa
yang senyatanya serupa kalau tidak menikmati hidup ya hidup selalu dalam
problema. Menjadi dewasa sepertinya memasuki dunia yang berbeda dengan
kebahagian masa kanak-kanak.
Aku ingin mengutuhkan
kebahagian dalam kelasku. Kucatat satu persatu masalah beserta kemungkinan
solusinya. Kujadwalkan saat itu dalam setengah tahun ke depan ada perbaikan.
Ada yang lebih unggul
dari keadaan
Termin pertama
kuberikan berbagai bacaan. Aku ingin anak-anak terbebas bahwa belajar melulu
pada materi teks terstruktur dalam garis kurikulum. Hari itu aku hanya ingin
anak-anak membaca saja. Memilih apapun bacaan yang disuka dari yang kusediakan.
Menakjubkan ternyata
setiap anak memiliki ketertarikan terhadap genre buku tertentu. Dari situlah
aku berusaha menghadirkan pembelajaran yang mengarah kepada minat mereka.
Beberapa kekagumanku
terletak pada pengetahuan dan kreatifitas yang mereka lakukan dalam menghadapi
keadaan. Hani yang terlahir di keluarga kurang mampu, ayahnya hanya tukang
tambal ban memiliki kreatifitas dalam seni batik dan membantu ibunya dalam
mengerjakan kain batik. Saat itu kain batik yang berproses bertahap-tahap
dilakukan tidak oleh satu orang. Ada orang tersendiri yang mengisi pola batik
dengan titik-titik. Ada juga yang bertugas mengisi malam pada warna yang
dipertahankan yang disebut “nembok.” Hani membantu pekerjaan orang tuanya dan
dia memiliki kesabaran dan ketekunan luar biasa ternyata.
Kemudian Dinda yang
dari keluarga berada namun pendiam dan penyendiri, ternyata memiliki ide-ide
brilian dalam menyelamatkan lingkungan dan life hack terhadap masalah
kehihdupan sederhana.
Keadaan beberapa anak
yang luar biasa. ada yang jaraknya jauh dari sekolah dan bersepeda hingga lebih
dari setengah jam dan masih banyak lagi. Kesemuanya adalah istimewa dan mereka
mampu lebih unggul dari keadaan.
Sesuatu istimewa yang
dicapai bukanlah dari perjuangan individu tetapi solidaritas bersama yang
menjadikan berkembang dan bertumbuh bersama. Kelas kini tumbuh bersama. Itulah
yang menjadikan istimewa.
Keistimewaan tidaklah
muncul begitu saja dari yang kulakukan dalam memupuk kebersamaan, mengaungkan
solidaritas hingga persatuan kelas, perlahan kelas menjadi lebih dinamis.
Benarlah bahwa guru hanya berperan
menjadi jembatan untuk muridnya menuju tujuan dan setelah mereka menyeberang
maka guru harus meleburkan diri agar mereka mampu membangun jembatannya
sendiri.
Mengairi gurun tidaklah
sesulit yang dibayangkan. Karena kreatifitas selalu datang entah dari udara
yang membawa uang air pengetahuan ataupun kanal-kanal yang teguh kita bangun.
…
Heri Setiyono, S.Pd
NPA anggota PGRI
10094000266
0 Komentar