Fiksimini 10 (Jalan Pulang)

 


Oleh : Heri Setiyono


Ia menoleh ke belakang, ke arah dari mana ia datang. Bisakah ia kembali menemukan kawanannya? Cleo terkesiap dan berlari menerjang belukar sekencang-kencangnya. Tetapi, arah yang dituju semakin dirasanya jauh dari titik awal ia beranjak. Disibaknya semak-semak, setengah gugup dan melaju ke arah datangnya suara yang kembali memanggilnya dengan bahasa lengkingan panjang penuh penderitaan. Seolah ia sendiri mendengar lengking pilu ayah ibu nya yang diinjak-injak saat insiden.

 

Dengan terangah-engah Cleo berlari. Burung-burung beterbangan dari semak karena terkejut. Cleo semakin masuk kedalam jantung hutan yang sudah ia tahu tidak akan mengijinkannya dengan mudah menemukan jalan pulang. Cleo melompat menghindari pokok pohon yang menghadang langkahnya. Dari sudut matanya, ia tangkap siluet pohon itu roboh bukan karena angin atau petir, tetapi sesuatu yang lebih berbahaya. Warewolf. Di kulit pohonnya yang mengelupas dilihatnya bekas cakaran menggerus dalam hingga mencapai kambium pohon. Serta retakan dan patahan yang tidak wajar seperti diremuk dengan kumpulan gigi bertaring. Cleo semakin berlari.  Angin bertiup dan sejumlah daun kering ikut beterbangan. Dari angin yang menghempas itu, dirasakannya ada sesuatu yang membawa aroma darah. Cleo tahu itu datang dari sesuatu yang bisa membunuhnya.

 

Cleo memberanikan diri, menerobos lebat rimba, mengejar suara yang memanggilnya. Namun, suara itu semakin samar hingga berganti suara debur air yang memecah keheningan. Sampailah Cleo di air terjun yang dilingkupi rimbun belukar dan pepohonan. Masih terengah-engah dan bajunya robek sana-sini. Terdengar ketukan di pintu.

 

“Cleo! Cleo! Bangun, sudah siang!” Ibunya tidak menunggu jawaban.  Ia membuka pintu. Tidak didapatinya anak gadisnya di kamar. Daun-daun beterbangan, berserta desau angin dari arah cermin. Ia melangkah masuk, mendekati cermin besar di kamar itu. Dilihatnya Cleo dalam lingkup gerumbul semak dengan latar belakang air terjur. Bajunya tercabik sana sini. Di genggaman tangan Clep sebilah dagger terhunus memancarkan pendar cahaya putih.

“Cleo….Cleo…” Ia memanggil anaknya

Cleo tak mendengar dan tak menjawab. Dihadapannya kini berdiri mahluk setengah serigala  setinggi rumahnya. Mulutnya terbuka memperlihatkan giginya yang setajam silet. Cleo bergeming. Mahluk iitu melompat kea rah Cleo.

“Tiidaaakkk…” Teriak ibunya memekakan telinga. Tanpa sadar ia berlari menabrakkan diri ke cermin, memasuki dunia di baliknya yang gelap tanpa jalan pulang.





Heri Setiyono, S.Pd
NPA Anggota PGRI 10094000266


0 Komentar