Ceritaku

 Bermain di Sekolah Mama

Oleh: Heri Setiyono




Hari ini Kia ikut Mama ke sekolah. Yah, Mama adalah seorang guru sekolah luar biasa. Apa? kalian tidak tahu sekolah luar biasa. Sekolah luar biasa adalah sekolah untuk anak-anak yang luar biasa istimewa.

Hore, Kia akan berangkat. Kia mengucap doa keluar rumah, “Doa keluar rumah, Bismillahirrohmanirrohim, Bismillahi tawakkaltu ‘alallah, laa hawla wa laa quwwata illa billah.” Kia tidak lupa mengucap doa naik kendaraan, “Doa naik kendaraan, Bismillahirrohmanirrohim, Subhaanalladzii sakh-khoro lanaa haadzaa wa maa kunna lahu muqriniin wa inna illa robbinaa lamun-qolibuun.”

Sekolah luar biasa tempat Mama bekerja adalah sekolah yang sangat luas. Terdapat banyak mainan di halamannya. Pohon-pohonnya rindang. Lapangan olah-raganya juga menyenangkan, beberapa orang guru sedang asyik bermain bulu tangkis disana.

Kia gembira sekali. Ada mainan perosotan kegemarannya. Lihat ada anak kecil juga disana yang sedang bermain. “Itu ada temannya, ayo main.” Kata Mama. “ Jangan lupa menyapa dan tersenyum ya. Kia coba ingat hadist tersenyum sodaqah.”

“Hadist tersenyum sodaqah, Tabassumuka fii wajhi akhiika shadaqat. Senyummu dihadapan saudaramu adalah sedekah.” Kata Kia. Mama tersenyum manis sekali begitu juga Kia.

Kia mengucap salam dan berkenalan. “Hallo, aku Keenan,” sapa anak itu. “Ayo, main.” Kata Keenan. Kia senang sekali mendapat teman baru. Mereka bermain perosotan. Kemudian mereka melihat Bapak-Bapak Guru bermain bulu tangkis. Kia dan Keenan tertawa geli karena Bapak-Bapak guru yang gemuk-gemuk itu kesulitan melompat, sehingga kesusahan menepak shuttlecock.

Kia dan Keenan menjelajahi halaman sekolah, mereka bermain kereta-keretaan, Kia di depan menjadi lokomotif dan Keenan di belakang menjadi gerbong. “Kereta mau masuk terowongan,” kata Kia ketika akan melewati terowongan bawah perosotan. Mereka menunduk membungkuk melalui terowongan.

 “Kereta mau melewati gunung,” kata Kia lagi ketika menanjak, mendaki gundukan kecil taman. Dari puncak gunung Kia dan Keenan melihat hamparan indah bunga-bunga taman. “Waah… Keren sekali,” sorak mereka kompak sambil cekikikan karena bersorak bersamaan.

“Hei, jangan, jangan lakukan itu,” kata Keenan tiba-tiba. “Itu Kia ada yang menangkapi kupu-kupu,” kata Keenan sambil menghambur ke bagian taman bunga kertas. Seorang murid yang memegang jala panjang melongo melihat dua anak kecil itu berlari ke arahnya. “Hah, apa? apa?” kata murid itu. Murid itu bertubuh besar seperti raksasa tetapi matanya sipit, wajahnya lucu dan polos seperti anak bayi.

“Jangan, kasihan kupu-kupu itu. Ayo lepaskan,” kata Keenan dengan berani. “Iya lepaskan,” kata Kia yang kemudian mengucapkan hadist kasih sayang. “Hadist kasih sayang, Man laa yarham laa yurham. Barang siapa tidak menyayangi maka tidak disayangi.” Kata Kia sambil mengacungkan telunjuknya di depan muka, memperingatkan.

 Murid itu menurut, dilepaskanya kupu-kupu itu. Ia ingin disayangi terutama disayangi Allah.

Tetapi Keenan masih marah dengan murid itu. “Jangan lakukan lagi ya, Huuh !” katanya dengan ketus. Wajah murid itu mengerut sedih. Kia lalu berkata kepada Keenan, “Hadist jangan marah. Laa taghdhab walakal jannah. Janganlah kamu marah, maka bagimu syurga.” Kali ini Kia berkata seraya menyungging senyum manis di wajahnya. Keenan tidak lagi marah ia kembali memasang wajah riang.

Keenan ingin melanjutkan petualangan, ia buru-buru berlari ke ayunan dekat pohon mangga. Tetapi, karena tidak hati-hati ia menginjak ujung tali sepatunya sendiri, sehingga terjatuh. Sebelah sepatunya terlepas. Keenan menangis, bukan karena ia terjatuh tetapi karena ia belum bisa memakai sepatu sendiri. Kia mendekat dan membantu. Kia bisa memakai sepatu sendiri, tetapi sepatu Keenan bertali, Kia tidak tahu caranya membuat simpul sepatu. Sedangkan sepatu Kia tidak bertali.

Karenanya, Kia hanya bisa membantu memakaikannya saja. Keenan masih menangis, karena sepatunya masih longgar. Untunglah Murid berbadan raksasa itu menghiburnya. Diraihnya mangga yang masak dengan jala di tangannya. Diberikannya mangga itu kepada Keenan dengan senyum bayinya, seolah dia sedang mengatakan permohonan maaf dan jangan menangis.

Keenan berhenti terisak. Diterimanya mangga itu dengan senang. “Terimakasih,” katanya.

Murid berbadan raksasa itu menggaruk-garuk kepala sambil menatap sepatu Keenan yang belum disimpul. Nampaknya ia juga tidak tahu cara menyimpul sepatu.

“Tolong cari bantuan,” kata Kia kepada Murid berbadan raksasa. Tanpa dimiinta dua kali ia berlari mencari pertolongan.

 Beberapa saat kemudian Murid berbadan raksasa itu datang bersama anak yang duduk diatas kursi roda. Rupanya anak itu adalah murid Mama juga. “Tenanglah, tidak apa-apa, akan kubantu.” Katanya percaya diri.

Sebentar saja sepatu Keenan sudah tersimpul rapi. Keenan mengucapkan terima kasih. Pipinya merona merah karena senang sudah ditolong. “Ayo, main di dalam kelas saja. Hari ini hari pembagian makanan tambahan anak sekolah, Ibu guru sudah menyiapkan bubur kacang hijau. Kalian makanlah juga.” Kata murid berkursi roda itu dengan ramah.

Kia dan Keenan mengiyakan. Dalam kepala mereka, mereka tahu Ibu guru yang dikatakannya adalah Mama mereka. Mama Kia adalah guru dari murid berbadan raksasa. Ternyata banyak sekali murid mama yang berbadan raksasa, tetapi hampir semua wajahnya sama, matanya sipit dan wajah mereka seperti bayi yang polos suka tersenyum. Mereka adalah anak-anak tunagrahita. Mereka semua baik dan suka bermain seperti anak-anak seusia Kia. Tetapi mereka tidak banyak bicara, nampaknya mereka kesusahan mengucapkan  kata-kata.

Sedangkan murid yang berkursi roda adalah murid Mama Keenan. Kebanyakan murid Mama Keenan adalah anak-anak yang tidak lengkap anggota badannya. Ada yang tidak mempunyai kaki, sehingga menggunakan kursi roda atau kruk untuk berjalan. Tetapi mereka sangat baik, rapi, cekatan dan pandai menolong orang yang kesusahan.

Kelas tempat belajar mereka juga sangat seru. Ada dapur, meja makan, kursi meja untuk menulis dan menggambar. Semua ada di satu ruang tanpa sekat. Kia suka menggambar. Kia di usia tiga tahun sudah bisa membuat lingkaran- lingkaran.  Melihat kotak-kotak krayon warna warni yang banyak Kia memiliki ide untuk menggambar. Nanti setelah makan, Kia akan mengajak Keenan menggambar.

Kia makan bubur kacang hijau bersama dengan Mama, Keenan dan murid-murid sekolah luar biasa. Tidak lupa Kia sebelum makan mengucap doa. “Doa sebelum makan,  allahuma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa ‘adzaa bannaar, Bismillah.”

Kia makan dengan lahap. Ia senang sekali bermain di sekolah mama.

-o-

6 Komentar

  1. semoga anak-anak kita menjadi anak yang sholeh dan sholehah.Aamiin

    BalasHapus
  2. Sangat menggugah kesadaran sehingga hati merasa empati, salut sama ibu, semangat mengabdi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas kunjungannya ke laman ini. Semoga menginspirasi.

      Hapus