Cuma Butuh Waktu 5 Menit Membaca ini. Kamu akan Menjadi Penulis Penebar Semangat

 


Oleh: Heri Setiyono, S.Pd

 

Mengawali artikel kali ini saya akan menggali ingatan saya mengenai awal-awal diri saya mengenal artikel jurnalistik. Semasa kuliah, di tahun 2007-2008 adalah awal bagi saya mengenal menulis sebagai corong untuk membangun sesuatu kepada orang lain. Bisa membangun ide, opini, dan keberanian, bisa pula membangun was-prasangka.

Mengapa demikian? Well,  pimpinan redaksi, Mbak Nji (kakak tingkat saya) dan sekarang saya tahu beliau menjadi guru bimbingan konseling (BK) di salah satu SMA di Kulon Progo, pernah mengatakan bahwa menulis artikel jurnalistik bukanlah “sekadar” memberitakan informasi. Lebih dari itu, menulis adalah menyusun informasi, fakta, peristiwa dan data untuk mempengaruhi. Mempengaruhi siapa? Pembacanya sebagai bagian kecil masyarakat untuk menyadari dan memperbaiki diri sendiri. Kala itu para pembaca tulisan saya hanyalah kawan-kawan mahasiswa lainnya.

Doc.pribadi (saya paling kanan bersama para ketua unit kegiatan mahasiswa di kantor KPK, Jakarta)


Dari situlah kemudian saya mengenal beraneka bentuk dan jenis tulisan, dari liputan berita, esay, opini hingga features. Semuanya memiliki kekuatan dan daya “magis” yang berbeda-beda. Tetapi, lebih penting redaktur saya, Teh Devita Aulya kala itu mengingatkan, penting bagi penulis untuk menjaga keselarasan pikiran dan hati agar tulisannya berpengaruh. Jangan sampai menulis tentang antikorupsi sementara  sering melakukan korupsi, korupsi waktu misalnya. Menulis menyerukan literasi sedangkan membaca satu tahun satu buku saja tidak pernah tuntas. Dan lain sebagainya.

*Maafkan saya kawan, cukup berat ya intronya*

Oke, menghubungkan materi yang disampaikan Pak Roma sapaan untuk guru keren kita Yulius Roma Patandean, S.Pd nampaknya pengalaman saya diwejangani dua senior kala mahasiswa itu cukup pas. Bagaimana tidak, “Menulis dan Berbagi” yang dilakukan Pak Roma ternyata juga mampu mempengaruhi sekitarnya untuk juga menghidupkan menulis  sebagai aktifitas pokok-bahkan untuk naik pangkat. Wow.

Berkat Pak Roma, guru dan rekan sejawat dimotivasi berdaya dengan menulis. Beberapa karya buku dapat terlahir dengan kolaborasi. Beberapa adalah buku antologi cerita pendek. Luar Biasa. Nampaknya berbagi adalah kata kunci bagi Pak Roma dalam menunjang produktifitas menulis. Keyakinan bahwa menulis adalah karunia dan semua memiliki pengalaman dan gagasan yang bisa dicurahkan dalam tulisan menjadi penopang bagaimana menulis adalah kegiatan produktif hingga mampu menghasilkan buku.

Berbicara masalah karunia, mungkin saya dan kawan semua patut bersyukur dan harus yakin dapat menyajikan tulisan yang bermanfaat. Sebab ada beberapa kenalan saya yang justru tidak memiliki keutuhan fisik yang lengkap atau mengidap suatu kelainan fisik dan berbeda dengan orang pada umumnya justru mampu berprestasi dari menulis. Mungkin  suatu saat nanti saya bisa berkesempatan bercerita mengenai kakak tingkat saya ketika kuliah, yang mengalami cerebral palsy dari kecil, tapi mampu menjadi mahasiswa berprestasi dengan tulisan-tulisan luar biasa menggugah. Kini kakak tingkat saya itu menjadi rekan sejawat isteri  di sekolah luar biasa. Beliau bernama Safrina Rovasita, mungkin kawan pernah melihatnya di televisi atau mendengar namanya di media cetak.

Beralih ke paparan Pak Roma, guru Tana Toraja, Sulawesi Selatan, beliau mampu menjadikan aktifitas menulis sebagai bagian pengembangan profesi. Dengan produktif menghasilkan karya berupa buku maka beberapa rekan sejawatnya menjadi terinspirasi untuk mengikuti jejaknya. Sering pula beliau memotivasi dengan membuat karya secara keroyokan. Alhasil tidak hanya dirinya yang menjadi berdaya dengan menulis tetapi juga kawan-kawan seprofesinya.

Buku menjadi motivasi tersendiri bagi Pak Roma dan guru lainnya. Menghasilkan buku ternyata menjadi pelecut semangat untuk setiap orang mampu berkarya. Lalu dimana bisa membagikan karya itu agar berampak luas? Cukup mudah sekarang ini membagikan tautan untuk karya tulisan kita dibaca orang lain. Sosial media baik whatsapp, facebook, twitter dan semacamnya bisa dijadikan moda dalam berbagi.

Hanya saja, tidak semua orang akan  sudi membuka tautan dan membaca secara utuh tulisan dengan seksama. Sekarang ini kebutuhan yang paling utama setiap orang nampaknya adalah waktu. Jadi, tidak banyak orang yang merasa memiliki waktu untuk membaca secara seksama. Terkadang hanya sekilas atau membaca secara skimming.  Itupun masih bagus karena beberapa orang lebih suka membaca awalnya saja jika menarik melanjutkan, jika tidak melompat ke pekerjaan lainnya. Orang seperti ini mungkin juga termasuk saya. *Hahaha, ngaku*

Oke, pada intinya membuat tulisan yang mengikat menjadi penting. Jika mampu membangkitkan tulisan yang mengikat pembacanya, maka di kanal dan moda apapun tulisan dibagikan pastilah selalu mendapat tempat untuk dibaca utuh dan seksama.

Jika membicarakan tempat untuk berbagi maka patut juga saya bahas kapan waktu yang tepat mengajak dan berbagi. Ya, berbagi manfaat kepada orang lain dari menulis. Berbagi pengetahuan dari tulisan kita. Kapan waktu yang  tepatnya? Beberapa dari kita mungkin sering melakukan posting tautan tulisan kita dengan cara berulang-ulang setiap hari baik di medsos maupun media chat, di dinding profil maupun di dalam grup. Artinya melakukan spamming secara sengaja. Sebenarnya cara ini cukup berbahaya jika sudah dikategorikan spam. Kenapa? Karena jika melakukan spam di grup-grup facebook misalnya maka kemungkinan akun terkena suspend akan sangat besar. Sebab, kebijakan dari facebook agar pengguna nyaman adalah meminimalisasi spam.

Langkah terbaiknya adalah dengan membagikan tautan secara berkala dan simultan. Seperti halnya sebuah koran yang terbit setiap hari di pagi atau sore. Akan lebih mudah menjaring pembaca dibandingkan yang terbit tidak menentu jam dan harinya.

Cara ini saya coba terapkan dan pelan namun pasti lebih menyenangkan, tidak menguras energi dan termanjemen dengan baik. Berbeda dengan sebelumnya yang serampangan saya bagikan tulisan saya. Tidak mengindahkan waktu kapan terbaik membaca bagi setiap orang yang rerata sibuk bekerja. Bagi saya pribadi membagikan tulisan kala jam santai sepulang kerja adalah yang terbaik dibandingkan jam-jam malam ketika tulisan baru saja lahir atau pagi-pagi sebelum berangkat bekerja. Nampaknya secara logika pun ini lebih beretika.

Menulis berlandaskan moralitas berbagi yang dipadukan etika hendaknya selalu dijadikan pegangan. Setiap penulis tentu ingin membangun dialog dengan pembacanya. Apalagi mampu menjadi motivator agar orang lain ikut memiliki budaya berpikir dan menulis.  Memotivasi menulis dengan menghasilkan buku ber-ISBN juga cukup baik dilakukan, sebab orang lain juga akan memiliki kemauan untuk berprestasi dan akhirnya akan mendorong perilaku berkarya. Seperti halnya yang Pak Roma lakukan.

“…Ketika sudah ada karya yang mereka lihat, sedikit demi sedikit mereka akan tertarik. Jadi, senantiasa Coba, Lakukan, Budayakan, dan Konsisten (CLBK)… Saya yakin pasti bisa.  Pantang mundur sebelum ada karya” Kata Pak Roma menyemangati.

 Memang lawan terbesar untuk menulis adalah konsistensi diri tetap di jalur menulis hingga ada karya. Mengalirkan diri dalam arus menulis semoga mampu menghasilkan karya-karya yang berkuantitas lagi bermanfaat, berkualitas ditengah-tengah riuhnya dunia informasi teknologi, internet, media sosial dan konten-konten yang terkadang jauh dari manfaat, berbau hoax dan menyesatkan pikir.

Sebuah penutup saya kutip dari ujaran Pak Roma,“Menulislah seperti air yang mengalir, setiap ada kendala selalu ada jalan keluarnya, mencari celah baginya mengalir.”

“Menulislah seperti air yang tidak hanya menghidupkan namun juga menyejukkan, membagikan manfaat pada setiap orang.” Sambung saya sembari menekuri layar gawai.

 

*Heri Setiyono, S.Pd, Praktisi pendidikan tergabung dalam anggota Belajar Menulis PGRI Gelombang 17



8 Komentar

  1. Terima kasih telah memberi inspirasi pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kembali Pak sudah berkunjung. Waduh...senang saya bisa berbagi inspirasi.

      Hapus
  2. Suka sekali dengan cara menuliskan resumenya, bagus Pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Didorong ingin menjadi tuan rumah yang ramah dan akrab Bu. Jadi pakai cara begitu.

      Hapus
  3. CLBK (coba, lakukan, budayaka, konsisten) saya suka istilah itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bu, saya juga suka... Akronim yang berhasil menyampaikan pesan..

      Hapus