Flashfiksi Seorang Ayah

 Anak-anak di Luar Jendela

Oleh : Heri Setiyono



Anak-anak itu seusia putriku, bermain kejar-kejaran, beberapa belum jelas berkata-kata. Tapi mereka sungguh gembira. Hal itu tergambar jelas dari celoteh dan teriakan yang menggema sampai tubir jendela kamar, tempatku berada, menulis cerita.

 

Apa kabar gerangan kamu yang disana, masihkah putri kita ngompol dan malu-malu saat mengaji di masjid. Aku sangat senang dengan kabar kemarin lusa bahwa putri kita sudah bisa mengaji sampai huruf ja, huruf hijaiyah ke lima. Di tiap lembaran buku Iqro’ yang tiada lelah kamu deraskan didikan kepadanya aku selipkan doa-doa.

 

Pintaku dalam doaku aku bisa segera pulang berkumpul bersama kalian. Sore-sore bercengkrama bersama, seperti anak-anak di luar jendela itu bersama ayah ibu mereka. Sungguh harap seorang ayah adalah selalu ada saat putrinya tumbuh dewasa. Ada saat putrinya ingin selalu ke masjid bersama ayahnya. Ada saat putrinya menangis di malam-malam yang membuatnya terjaga.

 

Pekerjaanku yang mengharuskan mengorbankan kalian berada jauh dariku, bukanlah hal yang patut kusesali apalagi kutangisi. Bagaimapun kalian menjadi penyemangatku untuk selalu menjalani hari. Tetapi yang terberat bagiku adalah memenangkan hatiku sendiri. Hati ini selalu bertanya, “Bagaimana kau bisa menjadi ayah yang baik untuk putrimu? Bagimana kau bisa menjadi imam bagi keluargamu? Sedang kau tak pernah bisa langsung memeluk bayangnya sekalipun.”

 

Putri kita hafal asmaul husna dan surat pendek Al Qur’an itu semua karena didikanmu, dan sungguh malunya aku yang tidak berperan banyak mendidik anak kita. Aku ingin selalu ada untuk kalian, dekat dengan kalian dan memeluk kalian. Seperti para ayah anak-anak di luar jendela itu yang menyongsong putra-putrinya saat berlarian ke arahnya. Seraya berkata manja, “Ayah…!!”

>>>---<<<

0 Komentar