Membangun Manusia Literat, Menjadikan Masyarakat Berkarakter


Oleh : Heri Setiyono

 

Apa yang terjadi ketika Gerakan Literasi tidak hanya menjamah sekolah, tapi juga masyarakat. Jawabannya tentu setiap manusia menjadi benar-benar manusia. Antara jari tangan, otak dan hatinya nyambung. Artinya, setidaknya orang tidak akan lagi sembarangan membuat ujaran komentar, debat kusir, hoax dan kebohongan serta kebencian di media sosial.

“Manusia literat adalah manusia yang berkarakter, karena literasi juga hakikatnya bagian dari pendidikan karakter, yaitu karakter pembelajar, karakter ingin tahu, dan karakter berbagi ilmu pengetahuan.” (Idris Apandi, “Gerakan Literasi dan Penguatan Pendidikan Karakter”)

Manusia literat inilah yang kiranya ingin diwujudkan Mr. Bams (Pak Bambang Purwanto) dari awal mulanya beliau mendirikan  Taman Bacaan Ayah Salwa. Tahun 2011 adalah tahun UNESCO memotret minat baca di negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Tahun yang sama dengan berdirinya TBM Ayah Salwa. Setahun berikutnya UNESCO mengeluarkan berita mengejutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia  hanya mencapai 0,001. Ini sama halnya dengan seribu orang  penduduk di suatu tempat di Indonesia hanya satu warga yang tertarik untuk membaca.

Bisa dibayangkan bagaimana nasib bangsa jika hanya sebiji zarah yang mencintai aktivitas membaca. Dan TBM Ayah Salwa yang kemudian menjadi TBM AS berjibaku menebar gerakan literasi di lingkungannya.  Berawal dari kecintaan terhadap dunia anak-anak, setiap hari Mr. Bams dan keluarga mengemas buku dan majalah anak untuk ditempatkan di teras rumah. Berbekal sedikit uang dan sebuah rak plastik susun tiga aktivitas itu rutin dilakukan. Rumah kecil type 21 tanpa pagar yang semula sepi lambat laun menjelma riuh ketakjuban anak-anak menatap jendela ilmu. Mereka membaca buku. Dari pagi dan semakin berdatangan kala sore hari.

TBM AS adalah wujud bagaimana menghidupkan aktivitas membaca lebih utama dari bisa membaca. Anak-anak kecil yang belum lancar mengeja khusuk membolak balik halaman buku. Menikmati setiap ketakjuban dan kebahagian dari membaca. Nanti di kemudian hari mereka menjadi pembaca yang menikmati buku, mahir membaca dan menjadi manusia literat.

“Bila hari minggu saya keluarkan meja. Buku-buku di rumah saya pajang di atas meja. Anak-anak asyik mampir ke rumah untuk melihat-lihat sampai membaca buku. Saat membuat tempat duduk dengan bambu, orang lain menyangka saya akan berjualan. Ada juga yang menyangka membuat pos ronda. Wah, macam-macam memang…” Ungkap Ayah Salwa (nama penutur dongeng dari Mr. Bams)

Foto TBM AS sumber Mr. Bams 

 

Kini TBM AS akan genap sepuluh tahun. Segala usaha bersambut manis seiring perjalanan panjang. Tidak hanya penghargaan, namun juga keberkahan dihadirkannya. Tidak hanya kepada Mr. Bams namun juga masyarakatnya.

Kita mungkin beranggapan, “Ah, buku sudah tak relevan lagi dengan jaman gadget dan teknologi. Segala sudah ada di genggaman, baik berwujud aplikasi maupun e-book.”

Namun, jika kita disuatu waktu, di  dalam kapal perjalanan ke suatu tempat yang jau misalnya. Kala sinyal peranta serta daya hidupnya tak ada dan sudah mulai bosan berbincang orang-orang itu saja. Saat itulah membaca buku adalah kenikmatan. Kebahagian yang tak ternilai.  

Kebahagian menghadirkan buku kepada orang lain inilah yang dirasakan Mr. Bams. Kebahagian yang  pernah saya rasakan juga kala mendapatkat kado istimewa dari gramedia berupa ratusan buku anak untuk perpustakaan sekolah. Buku yang mahal itu bagi mereka adalah kebahagiaan. Dunia menjadi demikian luas, cakrawala pengetahuan menjadi demikian hebat untuk dijelajahi dari buku. Karenanya, jika kita masih bertekad menghadirkan kebahagian dari tulisan kita maka mari membaca, mari berkarya, mari membuat buku yang berdaya menguatkan karakter, agar  menjadikan manusia literat.

Doc.Pri. Sebagian Buku, Kado dari Bhuana Ilmu Pustaka Gramedia


Doc.Pri. Anak-anak Kelas Satu  Asyik Membaca

Hal kecil bisa kita mulai dari keluarga dan lingkungan kita, seperti halnya yang Mr. Bams lakukan. Mengenalkan buku dan aktivitas membaca di rumah dengan menghadirkan buku-buku kepada anak adalah investasi yang sangat bernilai. Mengoptimalkan perpustakaan sekolah, sudut baca dan program GLS di sekolah . Memang butuh usaha dan modal. Tetapi dengan kreatifitas dan keterpanggilan hati seperti yang Mr. Bams lakukan pasti ada jalan. 


 Heri Setiyono, S.Pd, juru tulis dan penikmat tokoh



8 Komentar

  1. Mantap pak heri...good job. lengkap dan enak dibaca

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah belum lengkap ini Pak. Masih banyak banget yang belum ditulis dari paparan Pak Bambang Purwanto. Tapi semoga bisa menuliskan paparan lainnya di judul artikel berikutnya.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Salam literasi Mr. Bams. Terimakasih sudah menginspirasi kami pak.

      Hapus
  3. MasyaAllah, luar biasa pak.
    Semangat berkarya, semangat menginspirasi

    BalasHapus
  4. Keren Pak Heri. Sangat menginspirasi.
    Salam literasi.

    BalasHapus