Oleh: Heri Setiyono, S.Pd
Mengawali artikel kali ini saya akan menggali ingatan saya
mengenai awal-awal diri saya mengenal artikel jurnalistik. Semasa kuliah, di
tahun 2007-2008 adalah awal bagi saya mengenal menulis sebagai corong untuk
membangun sesuatu kepada orang lain. Bisa membangun ide, opini, dan keberanian,
bisa pula membangun was-prasangka.
Mengapa demikian? Well, pimpinan redaksi, Mbak Nji (kakak tingkat
saya) dan sekarang saya tahu beliau menjadi guru bimbingan konseling (BK) di
salah satu SMA di Kulon Progo, pernah mengatakan bahwa menulis artikel jurnalistik
bukanlah “sekadar” memberitakan informasi. Lebih dari itu, menulis adalah
menyusun informasi, fakta, peristiwa dan data untuk mempengaruhi. Mempengaruhi
siapa? Pembacanya sebagai bagian kecil masyarakat untuk menyadari dan
memperbaiki diri sendiri. Kala itu para pembaca tulisan saya hanyalah
kawan-kawan mahasiswa lainnya.
Dari situlah kemudian saya mengenal beraneka bentuk dan
jenis tulisan, dari liputan berita, esay, opini hingga features. Semuanya memiliki
kekuatan dan daya “magis” yang berbeda-beda. Tetapi, lebih penting redaktur
saya, Teh Devita Aulya kala itu mengingatkan, penting bagi penulis untuk
menjaga keselarasan pikiran dan hati agar tulisannya berpengaruh. Jangan sampai
menulis tentang antikorupsi sementara sering melakukan korupsi, korupsi waktu misalnya. Menulis menyerukan
literasi sedangkan membaca satu tahun satu buku saja tidak pernah tuntas. Dan lain sebagainya.
*Maafkan saya kawan, cukup berat ya intronya*
Oke, menghubungkan materi yang disampaikan Pak Roma sapaan
untuk guru keren kita Yulius Roma Patandean, S.Pd nampaknya pengalaman saya
diwejangani dua senior kala mahasiswa itu cukup pas. Bagaimana tidak, “Menulis
dan Berbagi” yang dilakukan Pak Roma ternyata juga mampu mempengaruhi
sekitarnya untuk juga menghidupkan menulis
sebagai aktifitas pokok-bahkan untuk naik pangkat. Wow.
Berkat Pak Roma, guru dan rekan sejawat dimotivasi berdaya
dengan menulis. Beberapa karya buku dapat terlahir dengan kolaborasi. Beberapa adalah
buku antologi cerita pendek. Luar Biasa. Nampaknya berbagi adalah kata kunci
bagi Pak Roma dalam menunjang produktifitas menulis. Keyakinan bahwa menulis
adalah karunia dan semua memiliki pengalaman dan gagasan yang bisa dicurahkan
dalam tulisan menjadi penopang bagaimana menulis adalah kegiatan produktif
hingga mampu menghasilkan buku.
Berbicara masalah karunia, mungkin saya dan kawan semua
patut bersyukur dan harus yakin dapat menyajikan tulisan yang bermanfaat. Sebab
ada beberapa kenalan saya yang justru tidak memiliki keutuhan fisik yang
lengkap atau mengidap suatu kelainan fisik dan berbeda dengan orang pada umumnya
justru mampu berprestasi dari menulis. Mungkin suatu saat nanti saya bisa berkesempatan
bercerita mengenai kakak tingkat saya ketika kuliah, yang mengalami cerebral palsy
dari kecil, tapi mampu menjadi mahasiswa berprestasi dengan tulisan-tulisan
luar biasa menggugah. Kini kakak tingkat saya itu menjadi rekan sejawat
isteri di sekolah luar biasa. Beliau
bernama Safrina Rovasita, mungkin kawan pernah melihatnya di televisi atau
mendengar namanya di media cetak.
Beralih ke paparan Pak Roma, guru Tana Toraja, Sulawesi Selatan,
beliau mampu menjadikan aktifitas menulis sebagai bagian pengembangan profesi. Dengan
produktif menghasilkan karya berupa buku maka beberapa rekan sejawatnya menjadi
terinspirasi untuk mengikuti jejaknya. Sering pula beliau memotivasi dengan
membuat karya secara keroyokan. Alhasil tidak hanya dirinya yang menjadi
berdaya dengan menulis tetapi juga kawan-kawan seprofesinya.
Buku menjadi motivasi tersendiri bagi Pak Roma dan guru lainnya.
Menghasilkan buku ternyata menjadi pelecut semangat untuk setiap orang mampu
berkarya. Lalu dimana bisa membagikan karya itu agar berampak luas? Cukup mudah
sekarang ini membagikan tautan untuk karya tulisan kita dibaca orang lain. Sosial
media baik whatsapp, facebook, twitter dan semacamnya bisa dijadikan moda dalam
berbagi.
Hanya saja, tidak semua orang akan sudi membuka tautan dan membaca secara utuh
tulisan dengan seksama. Sekarang ini kebutuhan yang paling utama setiap orang
nampaknya adalah waktu. Jadi, tidak banyak orang yang merasa memiliki waktu
untuk membaca secara seksama. Terkadang hanya sekilas atau membaca secara
skimming. Itupun masih bagus karena
beberapa orang lebih suka membaca awalnya saja jika menarik melanjutkan, jika
tidak melompat ke pekerjaan lainnya. Orang seperti ini mungkin juga termasuk
saya. *Hahaha, ngaku*
Oke, pada intinya membuat tulisan yang mengikat menjadi penting. Jika mampu membangkitkan tulisan yang mengikat pembacanya, maka di
kanal dan moda apapun tulisan dibagikan pastilah selalu mendapat tempat untuk
dibaca utuh dan seksama.
Jika membicarakan tempat untuk berbagi maka patut juga saya
bahas kapan waktu yang tepat mengajak dan berbagi. Ya, berbagi manfaat kepada
orang lain dari menulis. Berbagi pengetahuan dari tulisan kita. Kapan waktu
yang tepatnya? Beberapa dari kita
mungkin sering melakukan posting tautan tulisan kita dengan cara berulang-ulang
setiap hari baik di medsos maupun media chat, di dinding profil maupun di dalam
grup. Artinya melakukan spamming secara sengaja. Sebenarnya cara ini cukup
berbahaya jika sudah dikategorikan spam. Kenapa? Karena jika melakukan spam di grup-grup
facebook misalnya maka kemungkinan akun terkena suspend akan sangat besar. Sebab,
kebijakan dari facebook agar pengguna nyaman adalah meminimalisasi spam.
Langkah terbaiknya adalah dengan membagikan tautan secara
berkala dan simultan. Seperti halnya sebuah koran yang terbit setiap hari di
pagi atau sore. Akan lebih mudah menjaring pembaca dibandingkan yang terbit
tidak menentu jam dan harinya.
Cara ini saya coba terapkan dan pelan namun pasti lebih
menyenangkan, tidak menguras energi dan termanjemen dengan baik. Berbeda dengan
sebelumnya yang serampangan saya bagikan tulisan saya. Tidak mengindahkan waktu
kapan terbaik membaca bagi setiap orang yang rerata sibuk bekerja. Bagi saya
pribadi membagikan tulisan kala jam santai sepulang kerja adalah yang terbaik
dibandingkan jam-jam malam ketika tulisan baru saja lahir atau pagi-pagi
sebelum berangkat bekerja. Nampaknya secara logika pun ini lebih
beretika.
Menulis berlandaskan moralitas berbagi yang dipadukan etika
hendaknya selalu dijadikan pegangan. Setiap penulis tentu ingin membangun
dialog dengan pembacanya. Apalagi mampu menjadi motivator agar orang lain ikut
memiliki budaya berpikir dan menulis. Memotivasi
menulis dengan menghasilkan buku ber-ISBN juga cukup baik dilakukan, sebab
orang lain juga akan memiliki kemauan untuk berprestasi dan akhirnya akan
mendorong perilaku berkarya. Seperti halnya yang Pak Roma lakukan.
“…Ketika sudah ada karya yang mereka lihat, sedikit demi
sedikit mereka akan tertarik. Jadi, senantiasa Coba, Lakukan, Budayakan, dan
Konsisten (CLBK)… Saya yakin pasti bisa.
Pantang mundur sebelum ada karya” Kata Pak Roma menyemangati.
Memang lawan terbesar
untuk menulis adalah konsistensi diri tetap di jalur menulis hingga ada karya. Mengalirkan
diri dalam arus menulis semoga mampu menghasilkan karya-karya yang berkuantitas
lagi bermanfaat, berkualitas ditengah-tengah riuhnya dunia informasi teknologi,
internet, media sosial dan konten-konten yang terkadang jauh dari manfaat,
berbau hoax dan menyesatkan pikir.
Sebuah penutup saya kutip dari ujaran Pak Roma,“Menulislah
seperti air yang mengalir, setiap ada kendala selalu ada jalan keluarnya,
mencari celah baginya mengalir.”
“Menulislah seperti air yang tidak hanya menghidupkan namun
juga menyejukkan, membagikan manfaat pada setiap orang.” Sambung saya sembari
menekuri layar gawai.
*Heri Setiyono, S.Pd, Praktisi pendidikan tergabung dalam
anggota Belajar Menulis PGRI Gelombang 17
8 Komentar
Terima kasih telah memberi inspirasi pak
BalasHapusTerimakasih kembali Pak sudah berkunjung. Waduh...senang saya bisa berbagi inspirasi.
HapusSuka sekali dengan cara menuliskan resumenya, bagus Pak
BalasHapusDidorong ingin menjadi tuan rumah yang ramah dan akrab Bu. Jadi pakai cara begitu.
HapusCLBK (coba, lakukan, budayaka, konsisten) saya suka istilah itu
BalasHapusIya bu, saya juga suka... Akronim yang berhasil menyampaikan pesan..
HapusSemangat mengisnpirasi ya pak..
BalasHapusOke bu.
Hapus