Canda (Fiksimini 16)

 


Oleh : Heri Setiyono, S.Pd

 

Jikalau aku tahu dia hanya bercanda seharusnya aku tertawa bukan jatuh cinta. Segalanya terlambat ketika perasaan sudah terikat dalam jeratnya.

Seminggu ini entah mengapa ada rasa malas setiap ingin ke sekolah, tempat dimana aku bekerja sebagai  guru honorer. Bukan perkara gaji yang ala kadarnya atau kondisi badan yang agak turun kala musim hujan mencapai puncaknya. Lebih kepada aku malas berjumpa rekan kerjaku yang bernama Ana. Ia lah yang seenaknya mempermainkan perasaanku.

Mungkin aku orang yang mudah jatuh cinta. Sampai-sampai jatuh cinta kepada rekan kerjaku sendiri. Hal yang semestinya dihindari agar bekerja tidak menjadi loyo jika ada masalah seperti ini.

Beberapa bulan lalu Ana selalu dekat denganku. Bodohnya aku malah menjadi menaruh hati kepadanya. Herannya mengapa dia sepertinya sengaja membuka hatinya untukku. Jika di akhir cerita aku yang menenggung nelangsa mengetahui dia sudah memiliki pendamping hidup. Sungguh gila dan aku menyesalinya.

Karena hal itulah aku menjauh dari Ana. Merusak hubungan orang sungguh celaka hukumnya. Aku lebih menarik diri ketika di sekolah. Mengurung diri di perpustakaan membaca apapun itu, merapikan buku dan sebagainya. Herannya malah pengunjung perpustakaan menjadi lebih banyak. Pupuslah harapanku untuk mengucilkan diri karena anak-anak tidak hentinya mengunjungi perpustakaan. Buku-buku menjadi lebih terawat semenjak aku mengggunakan perpustakaan sebagai pelarian.

Bebeberapa tahun berlalu secepat cerita ini ditulis. Aku menjadi kepala sekolah sekarang. Namun aku masih membujang. Di usiaku yang semestinnya sudah berputra, aku masih melajang. Seperti ada rasa trauma dalam menjalin hubungan cinta. Aku lebih mengalihkan diri kepada karier dan study. Aku menjadi diterima sebagai pegawai negeri, mendapatkan beasiswa study master doctoral dan kini didapuk sebagai kepala sekolah. Alasannya sepele, tidak ada yang mau menjadi kepala sekolah. Adapun yang berkemauan justru pangkatnya belum memenuhi syarat. Maka akulah kepala sekolah termuda yang ada.

Meski karier kupunya, materi juga berkecukupan tanpa kekurangan seperti waktu honorer dulu, ada yang kurang dalam hidupku. Cinta. Rumah masih berantakan seperti anak kos saja tanpa sentuhan perempuan yang ada disana. Hampa.

Beberapa prestasi mengantarkanku menjadi ketua musyawarah kelompok kepala sekolah. Entah mengapa karierku demikian mulus. Meski terkadang ada saja orang yang mennggodaku karena masih melajang. Tidak jarang pun rekan kepala sekolah menyindirku untuk segera mencari jodoh.

Ohh, bukannya aku tak mencari tapi entah mengapa beberapa orang justru menjadi segan mendekatiku. Tidak terkecuali setiap perempuan yang kucoba dekati. Sungkan, segan dan kaku menjadikan suasana tak nyaman. Akupun menyadari itu. Aku memang sedikit canggung.

Suatu ketika aku bertemu dengan salah satu mantan muridku dahulu ketika honorer. Dia adalah anak yang rajin. Anak kelas akhir yang suka sekali membaca di perpustakaan. Aku bertemu dengannya di sebuah kegiatan seminar dan ia menjadi salah satu panitianya. Seorang mahasiswa. Sungguh berbeda sekali dengan dahulu ketika menjadi muridku. Entah kenapa ia mengenalku, menyapaku lebih dahulu. Apa karena wajahku tidak berubah beberapa tahun berlalu. Oh mungkin saja, bukannya guru selalu awet muda.

Dari pertemuan itu entah mengapa berlanjut saling bertukar no whatsapp. Basi-basi dalam chat dan ia memohon bantuanku untuk penelitian tugas akhirnya. Akupun tidak ragu membantunya, terlebih aku memang menyukai kemajuan pendidikan di daerahku melalui riset.

Entah dipetemukan dan dibimbing  oleh tangan takdir atau memang waktu yang membuat kami akhirnya selalu bersama. Kini ia menjadi isteriku. Jangan kau tanya berapa selisih umurku dengannya, lebih dari sepuluh tahun tak kurang.

Kini aku telah utuh dalah hdup. Memiliki pasangan hidup adalah berkah yang menyenangkan, meskipun terkadang harus menunggu. Tapi masa menunggu itulah yang perlu dipersiapkan. Aku menyadari, jika aku mungkin tidak sakit hati karena candaan yang kuanggap keseriusan kala dahulu mungkin aku tidak akan berada di titik ini.

 

Heri Setiyono, S.Pd

NPA PGRI 10094000266

0 Komentar