Oleh : Heri Setiyono,
S.Pd
Mahkota penulis adalah
buku, buku solo terutama. Yakin puas hanya dengan menulis antalogi keroyokan?
Padahal para penulis keren menerbitkan buku solo lho. Ayo kalau begitu tantang
diri menulis setiap hari.
Tidak sedikit orang
ingin memiliki buku solo. Saya pribadi lebih memilih buku solo daripada
antalogi keroyokan. Beberapa kali saya mengikuti event penulisan antalogi.
Beberapa menjadi buku dan saya menemukan beberapa kekesalan bukan kepuasan.
Mengapa kesal, sebab
buku antalogi tersebut ternyata tidak mempunyai angka kredit yang sangat kecil
lantaran ditulis bisa lebih dari lima puluh orang. Saat itu saya ingin agar
tulisan saya hanya menjadi penyemangat saja, sehingga tidak begitu saya
pedulikan masalah angka kredit. Namun ada hal yang lebih mengusik pribadi. Hal itu
adalah tulisan saya tidak mendapat porsi proofreading dari panitia dengan baik
sehingga tulisan masih ada rasa kurang nyaman dibaca, terlebih penjaringan
sebanyak mungkin peserta membuat penulisan buku antalogi menjadi seperti
panggung pencarian profit semata.
Karena itu ketika ada
tantangan menulis dan tulisan akan dibukukan menjadi buku solo saya menjadi
sangat berminat mengikutinya. Tantangan menulis itu digawangi oleh Om Jay guru
blogger nusantara atau Bapak Wijaya Kusumah.
Tantangan menulis
setiap hari adalah tantangan menulis selama 28 hari di bulan februari bersama
Yayasan Pusaka Tamrin Dahlan (YPTD) dan PGRI. Tantangan ini adalah bentuk
apresiasi sekaligus pemupuk konsistensi dalam literasi.
Cara mengikutinya hanya
dengan membuat tulisan di blog dan link langsung kirim melalui email kepada Om
Jay yang menjadi panitia. Tulisan harus ditulis setiap hari, bila gagal menulis
setiap hari maka tidak bisa menjadi pemenang.
Meskipun demikian
tulisannya masih tetap berhak dijadikan buku solo bila menulis dua puluh
delapan artikel atau lebih. Penulisan artikel paling lambat dikirim pukul 24.00
setiap harinya. Tema yang diangkat pada event di bulan Februari 2021 ini adalah
Menulis di Blog Jadi Buku.
Secara pribadi saya
memaknai tema hanya menulis saja di blog apapun tulisan itu mau fikni atau
nonfiksi. Namun setelah berjalan hingga akhir masa tantangan, ternyata artikel
atau tulisan setidaknya memiliki nilai dalam SEO dan penulisannya. Saya sering
tidak mengindahkan hal ini. Alhasil, tulisan tidak masuk pada daftar popular.
Untuk tantangan itu saya
menulis kumpulan fiksimini yang kemudian saya beri nama naskah saya Sakola ; bunga
rampai fiksimini. Sebenarnya tema perlombaan ini cukup luas. Om Jay pun
memberikan kelonggaran dalam memaknai tema, bahkan pengalaman pribadi pun boleh
di tulis sebagai artikel.
Lomba yang terbuka
untuk semua anggota PGRI. Baik jenjang apapun, SD hingga SMA/SMK ini menawarkan
mekanisme lomba yang sederhana. Yaitu hanya dengan persyaratan memiliki nomor
pokok anggota PGRI (NPA). Berbicara mengenai NPA ternyata masih banyak guru
yang belum tergabung dalam anggota profesi ini sehingga belum mempunyai NPA.
Bagi kalian yang belum tergabung dalam anggota PGRI dan berstatus guru,
silahkan mendaftarkan diri via online
melalui http://pgri.or.id.
Setelah mendaftar maka
kartu PGRI yang berisi NPA dapat diurus dengan menghubungi pengurus PGRI di
daerah masing-masing. Nantinya setiap anggota wajib membayar iuran PGRI yang
dikelola pengurus PGRI setempat. Iuran ini biasanya dikerjasamakan dengan bank
pengurus penggajian. Sehingga akan otomatis dipotong melalui gaji. FYI, Saya sendiri
menjadi anggota PGRI dan dimasukkan ke dalam Badan Usaha (BU) PGRI sehingga
dipotong seratus ribu setiap bulannya melalui rekening gaji untuk iuran dan
tabungan BU.
Untuk menerbitkan
artikel di blog YPTD terlebih dahulu peserta harus membuat akun. Saat itu
sebenarnya saya sudah membuat akun, namun entah mengapa tidak bisa log in sehingga
harus membuat akun sampai tiga kali dengan inisial nama yang berbeda baru bisa
masuk blog.
Tulisan sebelum di
publish alangkah baiknya di swasunting, dipercantik dengan gambar, meme, ataupu
video. Serta wajib menyematkan logo PGRI dan logo Guru TIK.
Hingga detik ini saya
masih menulis dalam tantangan menulis setiap hari. Menulis setiap hari telah
menjadi kebiasaan. Meskipun sering saya kehilangan semangat karena hari-hari
berkutat dengan administrasi yang serasa tidak pernah selesai membuat fokus
menjadi terpecah.
Namun, segalanya akan
terbayar kemudian dengan mahkota penulis. Yaitu buku. Saya mengajak semua rekan
guru untuk mari membuat buku. Menggerakkan roda literasi, setidaknya dari diri
sendiri. Rapalkan selalu mantra dari Om Jay ini, menulis setiap hari dan
buktikan apa yang terjadi.
Heri Setiyono, S.Pd, educator, penikmat tokoh dan pemustaka
0 Komentar